Proposal Penelitian Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Motivasi Belajar Siswa SD di Depok
<!– @page { size: 8.5in 11in; margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0.08in } –>
Proposal Penelitian Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Motivasi Belajar Siswa SD di Depok
Tugas ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Metodologi Penelitian
dan Statistika II
Disusun Oleh :
Adinda
Anggayasti
Aprina Serita Deni
Cut Hani Bustanova
Nuarita Yudhistira
Rahel Oktarina
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 LATAR BELAKANG
Seperti yang telah kita ketahui, saat ini dunia sedang mengalami resesi ekonomi. Hal ini tentu memberikan dampak yang cukup signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Iman Sugema, 2008 (ekonom International Center for Applied Finance and Economics) resesi ekonomi yang kini melanda Amerika Serikat, juga gejolak keuangan di beberapa belahan dunia, tidak boleh dipandang dengan sebelah mata. Pemerintah harus waspada dan antisipatif karena resesi ekonomi AS kemungkinan akan semakin parah sehingga bisa berdampak hebat terhadap kehidupan ekonomi di dalam negeri. Di sisi lain, sektor keuangan di beberapa belahan dunia yang lain kini juga bergejolak dan potensial berimbas ke mana-mana, termasuk ke Indonesia. Fakta di atas menunjukan bahwa status perekonomian suatu negara sangat berpengaruh terhadap kehidupan seseorang.
Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, keluarga merupakan institusi terkecil yang secara langsung dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam perekonomian suatu negara. Padahal jika dikaitkan dengan perkembangan individu, setiap keluarga memiliki andil yang besar dalam proses kehidupan yang berkaitan dengan peralihan status ekonomi. Hal ini menjadi ironi disebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki status ekonomi rendah. Keluarga yang memiliki status ekonomi tertentu dapat dikatakan memiliki karakteristik tertentu pula. Dikaitkan dengan status ekonomi keluarga memiliki peran penting
Masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah memiliki tingkat pendapatan yang juga rendah, kehilangan kesempatan kerja akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta semakin tingginya harga barang-barang kebutuhan pokok semakin mempersulit kehidupan mereka. Permasalahan sosial ekonomi tersebut saling berpengaruh dan berdampak pada pendidikan anak-anak mereka (Vito & Connel, 1998 dalam Kauchak, 1993). Status sosial ekonomi juga berpengaruh pada sikap dan nilai orang tua, terutama mengenai pendidikan anak, perhatian terhadap sekolah, dan penyediaan sarana-sarana penunjang pendidikan di rumah (Alwin dan Thornton, 1984; Golemen, 1988; White, 1982; dalam Woolfolk, 1993). Semakin tinggi status sosial ekonomi orang tua, maka semakin positif sikap mereka terhadap pendidikan. sedangkan keluarga dengan status ekonomi rendah cenderung memandang pendidikan secara negatif. Jika SES diukur dalam variable-variabel lingkungan keluarga, sikap orang tua terhadap pendidikan, aspirasi orang tua terhadap anak, atau aktivitas intelektual dalam keluarga, maka korelasinya akan lebih tinggi (Laosa, 1984; White, 1982 dalam Woolfolk, 1993). Salah satu cara meningkatkan kualitas pendidikan yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan memberlakukan program wajib belajar sembilan tahun.
Dalam proses belajar, motivasi merupakan syarat mutlak yang dapat dan mempengaruhi arah, aktivitas yang dipilih, dan intensitas keterlibatan siswa dalam suatu aktivitas. Motivasi menjadi bagian dari tujuan pengajaran, dimana siswa diharapkan dapat memiliki motivasi untuk belajar yang terbentuk selama mereka mengalami proses belajar di sekolah (Gage & Berliner, 1992). Motivasi berkaitan erat dengan perilaku belajar dan prestasi dan sangat mempengaruhi unjuk kerja siswa dalam belajar dan dalam kehidupannya di sekolah (Stipek dan Ryan, 1997). Terdapat dua jenis motivasi, internal dan eksternal. Salah satu motivasi eksternal yang mempengaruhi anak-anak pada tahap middle childhood dalam kegiatan belajar adalah keluarga. Penelitian tentang motivasi pada anak-anak menghasilkan predisposisi mengenai evaluasi diri yang tinggi dan harapan keberhasilan, tetapi kedua hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi dapat berupa faktor fisik dan psikologis.
SES merupakan faktor fisik yang dapat mempengaruhi motivasi pada anak-anak. Hurlock (1981) menyatakan bahwa masa kritis pertumbuhan motivasi belajar adalah pada usia sekolah dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Meskipun pada usia ini motivasi belajar akan mudah untuk dibentuk, seringkali proses pembentukan ini dihalangi oleh faktor-faktor, baik internal maupun eksternal.Salah satu faktor eksternal yang turut berperan dalam menghambat pembentukan motivasi belajar adalah SES. Siswa dengan SES rendah menjadi yakin bahwa dirinya tidak dapat berhasil di sekolah. Selain itu, teman-teman dan saudara-saudara mereka juga tidak pernah menyelesaikan sekolah sehingga bagi mereka merupakan masalah yang biasa saja (Garcia, 1991 dalam Woolfolk, 1993)
Latar belakang siswa yang kurang menguntungkan mungkin menjadi penyebab rendahnya tingkat kecerdasan mereka, tetapi mereka tetap memiliki peluang untuk berhasil bila memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar (Stipek dan Ryan, 1997). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi belajar mencakup aspek budaya, keluarga, sekolah, dan pribadi siswa (Wlodkowski, 1990). Siswa dengan latar belakang yang kurang beruntung hidup di tengah lingkungan kemiskinan yang tidak selalu mementingkan pendidikan karena ada kebutuhan lain yang lebih didahulukan. Sikap orang tua terhadap pendidikan anak serta permasalahan dalam keluarga sebagai akibat dari permasalahan ekonomi juga menghambat anak dalam menumbuhkan motivasi belajar (Limyati, 1999).
Middle childhood adalah suatu tahapan perkembangan dalam siklus kehidupan manusia yang berada pada usia 6-12 tahun (Seifert & Hoffnung, 1997) . Pada masa ini, individu memiliki berbagai tugas perkembangan yang harus diselesaikan sebelum beranjak memasuki masa atau tahap kehidupan selanjutnya. Pada masa ini, terdapat dua tugas perkembangan yang penting untuk diperhatikan lebih lanjut yakni membangun sikap menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai organisme yang bertumbuh dan mengembangkan kecakapan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung (Hurlock, 1978). Dalam tugas perkembangan tersebut, anak-anak yang berada pada tahap ini untuk pertama kalinya diperkenalkan dengan dunia sekolah. Pada tahap inilah untuk pertama kalinya pengalaman belajar diperkenalkan secara intensif. Sejalan dengan pernyataan di atas, Craig (1986) mengatakan bahwa middle childhood merupakan periode pembelajaran bagi keterampilan-keterampilan baru dan memperbaiki keterampilan yang telah ada.
Berdasarkan pemaparan pada paragraf sebelumnya, kami memberikan asumsi sebagai berikut. Tugas-tugas perkembangan yang dimiliki anak usia middle childhood sesuai dengan permasalahan penelitian yang akan kami lakukan, yaitu mengenai hubungan antara SES dengan motivasi belajar yang dimiliki siswa. Penyebabnya adalah pada tahapan ini untuk pertama kalinya anak menerima pendidikan formal di sekolah, yang sangat membutuhkan motivasi dari si anak, baik itu berupa motivasi internal maupun eksternal. Motivasi belajar yang ada pada tahapan usia ini merupakan motivasi belajar yang masih murni dalam arti mendapat pengaruh yang besar dari faktor eksternal seseorang. Untuk itu, kami memilih siswa Sekolah Dasar sebagai sampel pada penelitian kami sebab mereka yang paling mewakili rentang usia pada tahap ini
I.2 PERUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah penelitian ini adalah, “Apakah ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan motivasi belajar pada pelajar tahap middle childhood?
I.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara status ekonomi dengan motivasi belajar pada pelajar tahap middle childhood
I.4 MANFAAT PENELITIAN
D. 1 Manfaat Ilmiah
D. 2 Manfaat Praktis
I.5. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I : Pendahuluan
Menjelaskan latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan secara keseluruhan
Bab II : Tinjauan teoritis
Menjelaskan status sosial ekonomi, batasan-batasan dan pengertian- pengertian mengenai motivasi, motivasi belajar, factor-faktor yang berpengaruh terhadap
motivasi belajar, dan karakteristik motivasi belajar.
Bab III : Metode dan prosedur penelitian
Menjelaskan tentang masalah,hipotesa,variabel,desain penelitian,subjek penelitian, dan alat pengumpulan data.
pengambilan data, langkah-langkah penelitian, dan metode analisis data
Bab IV : Hasil dan analisis data penelitian
Memaparkan tentang gambaran unmum subjek penelitian dan hasil-hasil
pengolahan data
Bab V : Kesimpulan, diskusi, dan saran
Menutup rangkaian laporan penelitian dengan mengajukan kesimpulan,
diskusi, dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Masalah
Masalah penelitian ini , “Apakah terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan motivasi belajar pada pelajar tahap middle childhood?”
III.2 Hipotesa
Hipotesa null:
Tidak terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan motivasi belajar pada pelajar tahap middle childhood.
Hipotesa alternatif:
Terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan motivasi belajar pada pelajar tahap middle childhood.
III.3 Variabel
Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu status sosial ekonomi sebagai independent variabel dan motivasi belajar sebagai dependent variable.
III.4 Desain Penelitian
Berdasarkan number of contact , penelitian ini dapat digolongkan menjadi cross
sectional studies karena pengambilan data hanya dilakukan satu kali. Berdasarkan the reference period, penelitian ini termasuk dalam retrospective study.
Berdasarkan the nature of investigation, penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental karena tidak ada manipulasi dan treatment pada subjek penelitiaan kami.
III. 5 Subjek Penelitian (karakteristik subjek, teknik pengambilan sample, dan jumlah sample).
Subjek penelitian kami adalah siswa SD di depok. Anak SD kami pilih karena anak-anak tersebut berada pada tahapan middle childhood. Kami memilih anak-anak pada tahapan middle childhood karena pada tahapan ini terdapat dua tugas perkembangan yang memiliki hubungan dengan permasalahan penelitian kami, yakni hubungan antara SES dengan motivasi belajar. Dua tugas perkembangan tersebut yaitu: membangun sikap menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai organisme yang bertumbuh; mengembangkan kecakapan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung. Kami berasumsi bahwa ketika belajar anak-anak sangat membutuhkan dukungan dari luar dirinya sehingga faktor eksternal sangat berpengaruh.
Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa SD X dengan karakteristik duduk di kelas 5 atau 6 yang berasal dari sistem sosial ekonomi rendah dan tinggi. Data tentang status sosial ekonomi didapat dari informasi guru.
Teknik pengambilan sampel penelitian ini ialah dengan menentukan sekolah dasar yang akan diteliti, lalu langsung membagikan kuesioner pada siswa kelas 5 atau 6 dan akhirnya meminta informasi dari guru tentang status sosial ekonomi siswa tersebut.
III.6 Alat Pengambilan Data
Penelitian kami menggunakan kuesioner sebagai alat pengambilan data. Kuesioner yang kami gunakan merupakan kuesioner yang diambil dari skripsi Maria Herliana Limyati Kuesioner ini terdiri dari 60 item dan terbagi menjadi 30 pertanyaan positif dan 30 pertanyaan negatif. Kuesioner ini disusun berdasarkan enam karakteristik motivasi belajar yang dirangkum oleh Woolfolk (1953). Keenam karakteristik tersebut adalah sumber motivasi, tipe penentuan tujuan, motivasi berprestasi, atribusi, keyakinan terhadap kemampuan, dan tipe keterlibatan. Setiap karakteristik tersebut terbagi menjadi karakteristik yang meningkatkan dan karakteristik yang menurunkan motivasi belajar.
http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=Nzk2NQ==
Sri Hartati Samhadi
Terus terpuruknya Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI)—yang antara lain mengukur capaian dari sisi pendidikan, selain dimensi ekonomi dan kesehatan (ketiganya saling terkait)—di Indonesia adalah gambaran bagaimana sistem pendidikan gagal dalam usahanya membangun modal manusia.
Status
PENDIDIKAN
Kian terpuruknya posisi Indonesia dalam peringkat indeks pendidikan dunia dari posisi 58 ke 62 dari 130 negara menurut laporan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) semestinya tidak mengejutkan kita.
Anak-anak dari keluarga miskin 20% lebih kecil peluangnya untuk melanjutkan ke SMP ketimbang anak-anak dari keluarga lebih mampu. Hal serupa juga terjadi dari sisi gender, akses anak-anak perempuan lebih kecil daripada anak laki-laki, terutama untuk keluarga dengan anak banyak atau status ekonomi lemah. Kelompok 20% penduduk termiskin (poorest quintile) hanya bisa mengisi 6% dari kursi SMP, bahkan untuk SMA hanya 3% (Sri Hartati, Kompas, 10/12/2007).
Status ekonomi dan definisinya
Status sosial ekonomi orang Indonesia. Karakteristik SES orang Indonesia yang tinggi, menengah, dan rendah. Pendapatan perkapitan masyarakat Indonesia. Karakteristik SES orang Indonesia dilihat ari pendapatan dan pengelurannya.
Berkaitan dengan status ekonomi, setiap keluarga memiliki status ekonomi yang bervariasi satu sama lain. Ada keluarga yang berstatus ekonomi tinggi, menengah, dan rendah.
MOTIVASI
Sehingga SES dapat dikatakan memiliki korelasi yang tinggi dengan peraihan prestasi. Dimana prestasi belajar yang baik merupakan faktor penunjang keberhasilan seseorang dalam usaha memperbaiki taraf hidupnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar meliputi factor internal dan factor eksternal (Winkel, 1996). Faktor internal antara lain intelegensi, motivasi belajar, sikap dan minat terhadap pendidikan, dan kondisi fisik siswa. Faktor eksternal di antaranya keluarga, sekolah, tempat tinggal, dan keadaan situasional (social, politik, ekonomi).
MIDDLE CHILDHOOD
Pada tahapan middle childhood, kepekaan anak terhadap opini orang lain mengenai usahanya mulai tumbuh, hal tersebut menyebabkan anak-anak yang berada pada tahapan ini sangat peduli dengan tanggapan orang lain terhadap dirinya, bagaimana orang lain menilai dirinya. Selain itu, pada tahapan ini, anak-anak mulai memilih untuk menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas bersama dengan teman-teman sebayanya. Dalam hal prestasi, anak-anak yang berada pada tahapan ini menjadi lebih berorientasi terhadap performa mereka jika dibandingkan dengan di saat mereka berada pada tahapan usia sebelumnya, yaitu early childhood. Pada awal tahap middle childhood anak menunjukkan keoptimisan akan kemampuan yang mereka miliki (Stipek & Hoffman, 1980 dalam Seifert & Hoffnung).
.
Menurut Piaget, anak-anak pada masa middle childhood berada pada tahap concrete operational, dimana aktivitas mental terfokus pada sesuatau yang secara nyata dapat mereka lihat dan sentuh (Seifert & Hoffnung, 1997). Pada tahapan ini, telah terjadi berbagai kemajuan secara kognitif dibandingkan dengan tahapan sebelumnya. Beberapa contoh perkembangan tersebut meliputi perkembangan bahasa dan perkembangan daya ingat. Dalam hal perkembangan bahasa, anak telah mampu memahami kalimat metafora sedangkan dalam hal daya ingat, STM (Short Term Memory) telah mengalami perkembangan, pada tahapan ini anak juga sudah mengalami banyak kemajuan dalam hal recall memory meskipun masih belum sebaik orang dewasa (Swanson, et.al., 1993 dalam Seifert & Hoffnung). Selain perkembangan dalam aspek kognitif, pada tahapan middle childhood juga terjadi berbagai perubahan aspek psikososial. Perkembangan aspek psikososial pada tahapan ini meliputi:
-
Tantangan untuk mengetahui identitias diri,
-
Tantangan untuk menggapai prestasi tertentu,
-
Tantangan dalam hal pertemanan dengan teman sebaya,
-
Tantangan dalam hal hubungan dengan keluarga,
-
Tantangan di sekolah (Seifert & Hoffnung, 1997).
Leave a Reply